Jenewa – Diplomat Perwakilan Indonesia, Silvany Austin Pasaribu, menampar keras tindakan Vanuatu yang ikut campur persoalan di Indonesia.
Ia mengatakan apa yang dilakukan Vanuatu sebagai tindakan memalukan, yang mencoba ikut campur mengenai masalah Papua dalam Sidang Majelis Umum PBB.
“Sangat memalukan bahwa negara satu ini selalu memiliki obsesi berlebihan mengenai bagaimana Indonesia bertindak atau memerintah negaranya sendiri,” ujarnya, sebagaimana dilansir di akun Youtube PBB saat berpidato, Minggu (27/9/2020).
Silvany pun mengungkapkan dirinya bingung dengan sikap Vanuatu, yang selalu berusaha mengajari negara lain, tanpa memahami prinsip fundamental dari Piagam PBB.
Menurutnya dalam piagam tersebut sudah jelas bahwa setiap negara harus saling menghargai dan tidak ikut campur dalam urusan domestik negara lain.
“Setiap negara harus saling menghormati kedaulatan dan integritas wilayah negara lainnya,” katanya.
Silvany pun menegaskan jika Vanuatu belum memahaminya, jangan coba-coba menceramahi negara lain.
Sebelumnya, Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman, mengungkapkan, adanya tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di provinsi itu.
Menanggapi itu, Indonesia pun langsung membantah tudingan tersebut dengan menggunakan hak jawabnya.
Dengan tegas Silvany juga mengatakan bahwa Indonesia menjunjung tinggi HAM bahwa setiap manusia memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.
Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa Indonesia turut serta dalam konvensi internasional untuk mengakhiri diskriminasi, yang anehnya Vanuatu tidak ikut mendatangani.
Menurut Silvany, Vanuatu juga tidak mendatangani atau mengesahkan konvensi melawan penyiksaan atau segala tindakan tak berperikemanusiaan lainnya.
Silvany pun secara keras menegaskan Vanuatu bukanlah repesentasi dari masyarakat Papua.
“Kalian jangan berkhayal menjadi orang Papua,” katanya.
Dia laagi-lagi menegaskan bahwa Indonesia akan terus berjuang melawan usaha separatisme yang menggunakan HAM sebagai kedok. Apalagi, Papua dan Papua Barat sudah menjadi bagian Indonesia sejak 1945.
“PBB dan komunitas global sudah mendukungnya sejak beberapa dekade lalu. Ini sudah final, permanen dan tak mungkin diubah,” Tegasnya. (Sumber : Kompas.com)