Diterkam Harimau Sumatra, Sang Ayah Lompat Di Depan Harimau Bebaskan Anaknya.

  • Whatsapp

BeritaTapanuli.com, Sumut – Seorang ayah di Sumatera Utara tak hiraukan ganasnya harimau Sumatera tatkala anaknya menjadi korban terkaman hewan buas itu.

Sang ayah bernama Ramli Ginting (54), seorang petani cabai di wilayah ladangdi Barak Itir Dusun V Aman Damai, Desa Harapan Maju, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat.

Ramli bercerita, harimau menerkam anaknya,  Jerimia Peranda Ginting ( 25) yang sedang memanen cabai bersama istrinya di ladang Barak Itir, Senin (11/3) sekitar pukul 16.00 WIB.

Beruntung, dia berhasil melepaskan buah hatinya dari gigitan satwa predator tersebut.

Ramli menyebutkan saat itu anaknya sudah diseret harimau sekitar 10 meter. Harimau tersebut menggigit leher anaknya. Melihat itu, ia langsung mengejar harimau tersebut. Hewan buas itu langsung melepaskan gigitannya.

“Kami metik cabai ada empat orang. Aku sama orang rumah dan anak. Aku dan anakku ini jarak kira-kira 30 meter. Lalu istri aku menjerit minta tolong. Lalu aku lari mendatangi arah suara. Ternyata saat itu aku melihat anakku si Jerimia sudah diterkam harimau,” kata Ramli kepada wartawan, Rabu (13/3).

Masih dalam keterangan Ramli, bahwa Jeremi anaknya ditarik hingga ida tanpa sadar bergegas mendekati harimau dan menghalaunya.

“Aku tidak lagi pikir ke sana ke mari, namanya anak kita. Ku lompatilah ke depan harimau. Aku pikir sudah hilang nyawa anakku. Dilepaskannya anakku,” kata Ramli.

Kemudian, ia mencoba menyelamatkan anaknya. Darah mengucur deras di leher korban. Ramli pun membalut leher anaknya dengan sarung. Namun harimau itu tak juga pergi.

“Lalu ku ikat leher anakku pakai sarung. Karena darah itu keluar terus. Jadi aku menghadapi harimau. Sudah bisa bergerak anakku ini, kami bawa dia pelan pelan dari tempat yang diseret tadi ke jalan. Jadi di antara tempat yang diseret harimau ke jalan itu ada kurang lebih 700-800 meter,” ungkapnya.

Saat mencoba membawa anaknya yang bersimbah darah ke arah gubuk, harimau tadi terus mencoba menerkam mereka. Sesampainya di depan gubuk, Ramli beserta istri dan anaknya masuk ke dalam. Mendengar teriakan Ramli, puluhan warga pun mendatangi gubuk, dan harimau itu pun pergi.

Baca juga  Diduga Akibat Arus Pendek Listrik, Dua Rumah Warga Ludes Terbakar

Setelah itu, korban dibawa ke RS Putri Bidadari Stabat, Kabupaten Langkat.

“Anaknya mendapat 82 jahitan di leher dan kepalanya. Kondisinya sekarang sudah membaik, tapi belum bisa bicara,” ungkapnya.

Satwa langka yang menerkam petani tersebut diduga merupakan harimau berasal dari program pelepasliaran oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Kecamatan Tenggulun, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh pada 6 Maret 2024.

Menurut Ramli, harimau yang menyerang mereka mengenakan benda seperti tali pinggang besar di lehernya. Menurunya itu adalah harimau yang dilepasliarkan KLHK.

“Harimau nya memakai seperti tali pinggang di leher. Seperti tali pinggang kulit dan ada kepalanya seperti tali pinggang juga. Entah seperti berbentuk CCTV. Itu di kepala leher harimau. Itu sudah positif itu harimau nya yang dilepasliarkan oleh kementerian,” ungkapnya.

Ramli menambahkan lokasi harimau yang dilepasliarkan KLHK berada di Kecamatan Tenggulun, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh yang berbatasan dengan Kecamatan Besitang. Jaraknya tak sampai 10 kilometer dari ladangnya, dan dekat dengan pemukiman warga.

Ramli mengaku menanam cabai, jengkol dan petai di kawasan tersebut sudah bertahun-tahun.

Ladang warga memang masuk kawasan TNGL. Sebab banyak warga yang menjadi bagian kemitraan Kelompok Tani Hutan Konservasi (KTHK).

“Sebab bercocok tanam di situ ada dalam kemitraan. Ini adalah prosedur juga dalam melestarikan itu lahan yang terbengkalai dan gundul,” katanya.

Respons taman nasional gunung leuser

Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) Dr. U. Mamat Rahmat mengatakan dari hasil pantauan petugas, posisi harimau yang dilepasliarkan itu masih berada di dalam kawasan TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser) dan masih cukup jauh dari kampung. Saat dilepasliarkan harimau menggunakan kalung penanda (GPS Collar)

“Keluarga korban menyatakan korban sedang memetik cabai di ladangnya. Pertanyaannya, apakah ladang cabai tersebut berada di luar kawasan atau di dalam kawasan TNGL? Kalau dia berada di dalam kawasan berarti dia telah melakukan perambahan hutan atau aktivitas ilegal yang merusak habitat harimau sehingga harimau nya menjadi marah, ” kata Mamat Rahmat kepada CNN Indonesia, Kamis (14/3).

Baca juga  Peraturan APK di Kota Padangsidimpuan Untuk Kampanye 2019

Meski begitu, Mamat mengaku belum bisa memastikan apakah harimau yang dilepasliarkan KLHK yang menyerang petani tersebut.

“Mengenai hal tersebut kami harus melakukan pengecekan dan analisis lebih lengkap serta memplotkan posisi korban ada dimana dan posisi harimau Sumatra ada di mana, ” ujarnya.

Menurutnya jika korban melakukan aktivitas ilegal di dalam TNGL tentu melanggar aturan. Sebab TNGL merupakan habitat harimau Sumatra. Maka ada kemungkinan harimaunya marah karena kehadiran korban dianggap akan mengancam harimau tersebut.

Diketahui sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan (LHK) Siti Nurbaya melepasliarkan dua satwa Harimau Sumatera bernama “Ambar Goldsmith” dan “Beru Situtung” di kawasan hutan Taman Nasional (TN) Gunung Leuser, Aceh pada Rabu (6/3/2024).

Kegiatan pelepasliaran menggunakan tiga helikopter dari Angkatan Udara TNI, Kepolisian Daerah Provinsi Sumatera Utara, dan Kementerian LHK. Pelepasliaran juga dilakukan bersama Lord Goldsmith yang merupakan mantan Menteri Inggris untuk urusan iklim dan lingkungan.

Harimau sumatra bernama Ambar Goldsmith, berjenis kelamin betina, berumur kurang lebih 5,5 – 6 tahun, berasal dari Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.

Sedangkan Beru Situtung merupakan harimau betina dengan perkiraan usia 3-4 tahun yang diselamatkan dari konflik dengan manusia di kawasan Hutan Lindung Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan.

Dua Harimau Sumatera tersebut dilepasliarkan ke habitat alaminya di zona inti Taman Nasional Gunung Leuser.

Saat dilepasliarkan keduanya menggunakan kalung penanda (GPS Collar). Pemilihan lokasi pelepasliaran sudah melalui kajian kesesuaian habitat yang dilakukan Balai Besar TN Gunung Leuser bersama mitra pada tahun 2022. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan