BeritaTapanuli.com, Pangaribuan – Pemanfaatan Dana Desa kembali menuai polemik di masyarakat, secara khusus di Desa Silantom Julu, Kecamatan Pangaribuan, Tapanuli Utara.
Sejumlah pemuda di desa tersebut, saat ditemui BeritaTapanuli.com, mengaku heran dengan pengelolaan dana desa yang terkesan monopoli.
Sebagaimana di wilayah itu, pelaksanaan kegiatan dari pengelolaan dana desa di laksanakan seluruhnya oleh perangkat desa, yang mengesankan hasilnya pun amburadul hanya bertahan sementara.
Salah satu contoh, perbandingan pengerjaan rabat beton yang dianggarkan tahun 2017 dengan 2018 hingga 2019.
Kualitas pengerjaan tahun 2017 justru masih terlihat bagus yang berlokasi di dusun Simatupang, dibandingkan pekerjaan di tahun 2018, 2019, lintasan Dusun Pasaribu, meski baru dikerjakan sudah kupak kapik.
Selain itu, alokasi dana desa yang diperuntukkan pada rehabilitasi jaringan pipanisasi dan pekerjaan tiang penyangga pipa, cukup mengherankan.
Meski dianggarkan tahun 2019 dengan total dana Rp 194.528.300, dan tiang penyangga sebanyak 5 unit tinggi kurang lebih 1 meter sebesar Rp 39.394.900 namun justru memberikan dampak yang tidak menguntungkan.
Bahkan, warga yang mengaku kecewa pasca rehabilitasi tersebut justru berdampak buruk, pasalnya ditengah perayaan Natal, air bersih di daerah tersebut justru mati yang diperkirakan lebih dari satu bulan.
Lambannya penanganan air bersih tersebut, disebabkan pemilik lahan di lintasan pipa air merasa keberatan. Pasalnya, mereka yang tidak pernah meminta sepeserpun ganti rugi telah dirugikan akibat longsor yang menimpa sawah mereka.
Pemilik lahan bermarga Pasaribu menduga longsor yang terjadi dan menimpa sawah mereka disebabkan adanya kebocoran pipa air yang sebelumnya telah mereka laporkan ke pengurus air.
Namun, laporan tersebut terkesan diabaikan hingga mengakibatkan longsor. Tak hanya disitu, sebagai sanksi pihaknya meminta masyarakat melalui Kepala Desa sebagai pengelola keuangan air desa untuk mengerahkan gotong royong.
Korban berpendapat kalau bukan diakibatkan lintasan pipa yang bocor ia tidak pernah menuntut, namun lagi lagi, Kepala desa setempat juga lalai hingga air di wilayah itu mati total mencapai satu bulan lebih.
Menanggapi kejadian itu, para pemuda pun bersama anak rantau melakukan koordinasi dengan pemilik lahan untuk melanjutkan pengerjaan perbaikan pipa yang rusak. Alhasil, pemilik lahan kemudian memberikan ijin dengan berbagai kesepakatan.
Namun, ditengah pengerjaan sejumlah pemuda terkejut menyaksikan 8 tumpukan semen yang mulai membatu di tengah hutan.
Mereka menduga, sebagai kecurangan yang selama ini tertutupi. Namun demikian, saat dikonfirmasi pihak pengelola belum berhasil.
Anehnya, alokasi dana penyangga pipa air juga cukup mengejutkan, dengan alokasi sebesar Rp 39.394.900 hanya untuk pembuatan 5 tiang kecil.
Terpisah Kepala Desa Setempat, selaku Kuasa Penggunaan Anggaran belum berhasil dikonfirmasi. (Red)
Klik videonya di sini