BeritaTapanuli.com – Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan untuk sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2019 yang diajukan PDIP.
“Permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan PHPU dalam sidang di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2019).
Permohonan gugatan perkara bernomor 73-03-03/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019. Gugatan ini Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPR-DPRD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2019.
Dalam permohonan, PDIP menggugat selisih suara Dapil Sumatera Barat 1, dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Menurut KPU selaku termohon, PDIP memperoleh 86.423 suara, dan PAN mendapatkan 261.007 suara.
Sedangkan menurut pemohon, PDIP memperoleh 86.642 suara dan PAN mendapatkan 258.115 suara.
Dalam pertimbangan, hakim menyebut permohonan PDIP tersebut tidak dilakukan secara cermat dan lengkap. Apalagi PDIP tidak menyebutkan siapa calon anggota DPR yang perolehan suaranya dipersoalkan.
“Pemohon tidak menyampaikan secara cermat, lengkap dan jelas adanya kesalahan hasil penghitungan suara oleh termohon yang mempengaruhi kursi pemohon. Pemohon tidak mencatumkan siapa nama anggota DPR RI yang perolehan suaranya dipermasalahkan pemohon. Pemohon tidak konsisten dalam menentukan jumlah penambahan PAN yang diduga dilakukan termohon,” kata hakim.
Selain itu, hakim menyebut PDIP mengajukan perbaikan permohonan yang bersifat subtansial mengenai pengubahan angka perolehan suara. Setelah mencermati, hakim mengatakan perbaikan permohonan itu sudah melewati batas waktu.
“Ini dasar tidak dibenarkan dilakukan renvoi atau perbaikan yang bersifat subtansial pada sidang pemeriksaan pendahuluan, lagi pula adanya renvoi permohonan sifat subtansial akan menghambat pemeriksaan cepat speedy trial yang merupakan karakteristik tata penyelesaian pemilu,” papar hakim.
“Oleh karenanya demi kepastian hukum yang adil, harus dinyatakan renvoi yang tidak dapat dibenarkan secara hukum sehingga menyebabkan permohonan pemohon cacat formil berakibat permohonan tidak jelas atau kabur. Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum diatas mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut permohonan pemohon,” jelas hakim.
Adapun pihak terkait dalam perkara ini yakni Partai NasDem, PKS dan PAN.
Akan tetapi, surat permohonan sebagai pihak terkait yang diajukan PAN, kemudian tidak sah karena tidak ada tandatangan Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Sekjen PAN Eddy Soeparno.
“PAN tidak memilki kedudukan sebagai pihak terkait dalam permohonan a quo. Maka keterangan yang diberikan PAN tidak dapat dipertimbangkan,” jelas hakim. (sumber int : Detik.com)