Kisah Dono Keliling Dunia Demi Uji Terbang Pesawat CN 235 Dicatat Sejarah

  • Whatsapp
Ket. Gbr. (Istimewa), Yustinus Kuswardana alias Dono dalam pose Pesawat CN 235.

MoodBeritaTapanuli.com — Kegigihan tentu tidak akan dihianati hasil, kata bijak ini tentu sangat tetap dialamatkan kepada putra terbaik Indonesia yang satu ini.

Ia adalah Yustinus Kuswardana alias Dono. Dia bahkan berkeliling dunia untuk melakukan uji terbang pesawat pada tahun 1999 silam.

Saat itu usianya masih terpaut 32 tahun. Hal itu pun menjadi pengalaman luar biasa yang tak pernah bisa ia lupakan.

Bahkan dia menjadi salah satu kru uji terbang Pesawat CN 235 yang diproduksi PT Dirgantara Indonesia (PT DI).

Bukan hanya dilakukan di satu atau dua negara, uji terbang ini dilakukan di banyak negara dengan cara mengelilingi bola dunia alias berkeliling dunia.

Tentu menjadi kebanggan tersendiri dipercaya menjadi promotor.

Pesawat berangkat dari Kota Bandung pada Jumat, 26 Februari 1999 pukul 08.30 WIB dengan membawa 13 orang yang terdiri dari pilot hingga kru pesawat.

Informasi dilansir media ini dari detikJabar yang saat itu beruntung dan berkesempatan menemui Yustinus Kuswardana.

Ia bahkan menjadi salah satu saksi sejarah yang ikut dalam tim uji terbang Pesawat CN 235 di ruang kerjanya yang ada di PT DI.

Dalam uji terbang ini, Yustinus Kuswardana berperan sebagai tes Flight Test Engine. Dia beranggapan profesinya itu jika dalam dunia film berperan sebagai sutradara. Dalam penerbangan itu, dia merupakan Flight Test Engine junior dan untuk Flight Test Engine seniornya, yakni almarhum Bagus Eko.

Lalu ada pilot Ridu Andru A Supriadi yang sudah purna tugas dari PT DI dan Adi Budi yang kini masih ada di PTDI. Kemudian mekanik dan ada tim uji lainnya dan yang mengurus dokumen ke otoritas setempat jika pesawat lakukan landing.

“Itu benar-benar mengitari bola dunia, itu dalam rangka uji terbang, namanya iceing conditions aviation, jadi kondisi terbang di mana ada potensi gumpalan es yang nempel di pesawat dan itu akan sangat berbahaya,” kata pria kelahiran Surakarta 1967 itu kepada detikJabar belum lama ini.

Dono sapaan karib dari Yustinus Kuswardana mengungkapkan, uji terbang dengan mengelilingi bola dunia itu harus dilakukan, karena pada saat itu PT DI mendapat pesanan enam unit Pesawat CN 235 dari Malaysia.

Dono juga mengisahkan, pada awalnya Pesawat CN 235 diproduksi oleh dua perusahaan, bergabung dalam satu perusahaan bernama Airtech terdiri dari Indonesia dan Spanyol.

Baca juga  Mitsubishi Xpander, Kini Dapat Dilirik, Cek Di Sini

“Dengan berkembangnya waktu mereka memisah diri, pesawat yang sudah jadi tadi kalau di Indonesia hanya terjual ke Merpati, sekitar 8 unit. Tetapi pesawat itu perlu diimprove terus agar jangkauannya lebih jauh, dengan improvement tadi maka perlu adanya pengujian lagi,” ungkap Dono mengisahkan ihwal uji terbang yang dilakukan itu.

Dono yang berlatar pendidikan di S1 dan S2 Teknik Penerbangan di Jurusan Teknik Mesin ITB itu mengisahkan, bukan hal mudah untuk melakukan uji terbang ini. Apalagi untuk uji iceing conditions aviation.

“Untuk iceing ini, gumpalan es hanya terjadi pada saat udara dingin dan ada uap air dan kalau di Indonesia sangat jarang terjadi, makanya untuk pabrik pesawat mereka punya langganan tempat untuk melakukan pengujian, seperti Swedia, Irlandia atau utara Inggris yakni Skotlandia,” ungkapnya.

“Tapi kita lebih pilih di Skotlandia, namun untuk sampai ke sana dari Indonesia kita ke Inggris dulu baru ke Skotlandia, sebenarnya paling ideal dan aman lewat ke atas lewat India dan langsung ke Eropa, tapi pada saat itu kita baru selesai peristiwa kerusuhan yang Mei itu (peristiwa 1988), kita kesulitan dapat visa dari Taiwan,” tambahnya.

Selain itu, kondisi cuaca menjadi sebuah tantangan bagi tim saat melakukan proses uji terbang pesawat ini.

“Jadi yang saya ingat waktu itu ada ramalan cuaca, ketika kita terbang tinggi awan itu semakin sedikit, tapi angin sangat besar, pada saat itu ada ramalan cuaca di mana pada ketinggian terbang kita 18-22 ribu kaki itu ada angin 60 knot, 60 knot itu sekitar 120 kilometer per jam melawan arah terbang kta, dengan pertimbangan itu kita tidak lewati India tapi ke atas lewati Jepang, Rusia, Alaska, kemudian Kanada hingga Islandia,” jelasnya.

Menurut Dono, dibutuhkan waktu sekitar dua pekan untuk mengitari bola dunia itu. Meski membutuhkan waktu selama itu, dia menyebut pesawat naik turun dan tidak selamanya terus mengudara. Saat pesawat turun, pihaknya juga temukan berbagai kendala.

“Lebih berat bukan testing sendiri, waktu kita turun di Rusia kena badai salju, jadi terpaksa nginep selama dua malam, lewat Alaska dan Kanada juga sangat dingin sampai minus 40 derajat celcius, tanpa angin dan itu menjadi tantangan luar bisa,” ujarnya.

Baca juga  Resmi Jadi Ketum PSI, Berikut Pejabat PSI yang Dicopot

Meski pada kala itu Dono yang masih tergugah jiwa mudanya dengan beragam tantangan, namun dirinya iba terhadap para senior yakni pilot dan kru yang sudah berusia sepuh. “Waktu itu saya masih muda, saya dulu selalu suka tantangan, saya lihat pilot dan mekanik sangat menderita karena sudah berumur,” tuturnya.

Kurang lebih selama dua pekan itu, Dono dan tim naik turun dari satu bandara ke bandara lain. Selain karena banyak kru yang sudah sepuh dan membutuhkan banyak istirahat, kesempatan itu juga dilakukan untuk melengkapi stok makanan hingga mengisi bahan bakar, karena yang dibawa di pesawat terbatas.

Pada Minggu, 4 April 1994 sekitar Pukul 20.01 Dono dan tim tiba kembali di Kota Kembang dengan disambut hujan yang sangat deras.

“Pulangnya meneruskan (jalur pemberangkatan), kita lewat India juga tapi tak landing karena di sana serba susah, hotel susah, perizinan susah jadi kita ke atas ke Eropa Timur lagi, ke Kazakstan dan ke Mongolia, China, turun ke Vietnam dan kembali ke Indonesia, benar-benar keliling dunia,” pungkasnya.

Dikutip dari lamanya resmi PT DI, Pesawat CN 235 atau CN 235-220 dapat mengangkut beban maksimal hingga 4.700 Kg ataupun dengan jumlah penumpang sebanyak 36 orang, menjadikan pesawat ini cocok sebagai solusi terbaik untuk berbagai kebutuhan dari operator sipil maupun pemerintah di segmen kelas pesawat ringan-sedang.

Pesawat ini telah mendapatkan pengalaman luas dalam misi komersial, misi sipil, misi bantuan bencana, dan misi non-militer lainnya. Pesawat ini telah digunakan secara luas dalam misi pengangkutan udara harian (terjadwal dan tidak terjadwal), penyebaran dan dukungan logistik untuk pasukan penjaga perdamaian, dan misi ‘sipil’ lainnya untuk kepentingan masyarakat.

Pesawat ini juga dapat terbang pada ketinggian hingga 25.000 kaki dengan kecepatan mencapai 237 kts tanpa kehilangan karakteritik pesawat saat sedang terbang rendah dan juga kemampuan Short Take-Off and Landing (STOL). Pesawat ini dilengkapi dengan 2 mesin termutakhir turboprop General Electric GE CT7-9C dengan masing-masing mampu mengeluarkan tenaga sebesar 1.750 SHP.

Di kelasnya pesawat ini memiliki kemampuan manuver yang sangat baik, dengan respon mesin yang sangat baik memiliki kemampuan hot and high performance yang luar biasa sehingga mengurangi penggunaan bahan bakar dan membuat pesawat ini bisa terbang sampai 11 jam. (Sumber detik.com)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan