BeritaTapanuli.com, Siantar – Sidang kedua atas kasus pencurian satu tandang pisang seharga Rp150 ribu mendengarkan keterangan para saksi di Pengadilan Negeri Siantar, Rabu (14/8/2019).
Ketiga saksi yang dihadirkan JPU Samuel Sinaga diantaranya, Rosli Saragih, (saksi korban), Andi Susanto, pekerja bangunan di sekitar kediaman korban dan Jalibing Sinaga.
Kasus ini menyeret Andy Syaputra alias Andy sebagai terdakwa, sedangkan temannya, Candra, masih diburu aparat kepolisian.
Rosli dalam kesaksiannya di depan majelis hakim pimpinan Simon CP Sitorus mengatakan, kejadian diketahuinya saat ia berada di rumah mendengarkan adanya suara dari arah luar kebun rumahnya.
“Saya mendengar suara tebangan pohon pisang, padahal kan pohon pisang yang dikebun saya belum tua, saya pikir suami saya yang menebang. Lalu saya lihat suami, ternyata dia sedang menonton televisi,” katanya.
“Saya melihat ada dua kepala didalam kebun pisang saya, terus saya melihat ada sepeda motor yang parkir didekat kebun saya, kemudian saya mendekati sepeda motornya dan langsung berteriak maling,” ujarnya.
Saksi mengatakan melihat terdakwa Andy lompat dari pagar kebun hendak mengambil sepeda motornya Yamaha Mio warna putih di luar kebun. Saksi mengaku mengejar dan menarik baju terdakwa sehinga keduanya terjatuh.
“Kemudian saat saya terjatuh, temannya saya lihat lompat dari pagar dengan membawa sembilah parang ditangannya, lalu dibilang si Andy ini kepada temannya (Candra) untuk menebas saya,” ujarnya.
Dijelaskannya keluarga terdakwa sempat datang kerumah untuk melakukan upaya perdamaian namun ditolaknya.
“Sempat keluarga terdakwa datang kerumah untuk melakukan perdamaian, namun saya tolak karena saya masih trauma atas kejadian yang saya alami itu,” katanya.
Saksi Andi Susanto mengatakan, dirinya mengetahui kejadian setelah mendengar teriakan korban. Ia mengaku saat itu sedang bekerja di sekitar kediaman korban.
“Pada saat itu saya sedang bekerja disekitaran rumah ibu itu, saya mendengar ibu itu teriak dan saya pun langsung berlari. Kemudian saya melihat ibu tersebut terjatuh dan ada satu orang yang jatuh dari sepeda motor, dan satu lagi berlari dengan membawa sembilah parang, lalu terdakwa (Andy) pada saat itu saya lihat sudah dimasa oleh warga,” katanya.
Saksi lainnya, Jalibing Sinaga juga menyampaikan hal yang sama. Ia mengaku bahwa pada saat kejadian dirinya mendengar suara teriakan dan bergegas keluar dari rumah.
“Setelah saya keluar saya melihat ada sepeda motor terjatuh dan melihat juga ada seseorang dengan membawa sembilah parang berlari dan dikejar oleh warga, terdakwa juga pada saat itu sudah dikerumuni warga,” ujarnya.
Menanggapi kesaksian tersebut, terdakwa Andy justru membantah pernyataan saksi Rosli Saragih. Terdakwa Andy, mengatakan dirinya berada di luar kebun bersama sepeda motor dan tidak masuk ke dalam kebun.
“Saya tidak masuk ke dalam kebun, saya hanya berada diluar kebun milik ibu itu, saya juga tidak ada mengatakan tebas-tebas kepada teman saya tersebut, seperti yang diungkapkannya” ujarnya.
Terkait hal itu, kasus pencurian satu tandan pisang seharga Rp150 yang bergulir di PN Siantar kemudian mendapat perhatian dari sejumlah kalangan. Rendahnya nilai kerugian atas kasus itu pun dikaitkan dengan peraturan yang mengatur batasan nilai kerugian.
Pun, bukan hanya itu saja. Kasus yang ditangani aparat penegak hukum Polsek Siantar Martoba dan Kejari Siantar, dinilai adanya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang pada kasusnya.
Seperti disampaikan oleh Reinhard Sinaga yang mengaku miris melihat kasus pencurian pisang dengan terdakwa Andy Saputra. Rendahnya nilai kerugian kasus itu dikaitkannya dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 2 Tahun 2012, yang mengatur batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda KUH-Pidana.
Menurutnya, pada Pasal 1 dijelaskan bahwa kata-kata “dua ratus lima puluh rupiah” dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 482 KUHP dibaca menjadi Rp2,5 Juta atau dua juta lima ratus ribu rupiah.
Kemudian, pada Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) dijelaskan, apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp 2,5 Juta, ketua pengadilan segera menetapkan hakim tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP dan ketua pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan.
Dalam kasus ini, Andy ditahan sejak di kepolisian hingga kasusnya bergulir ke meja hijau. Seperti tak ada ampun, pria yang mengalami cacat dibagian tangannya harus mendekam dibalik jeruji besi.
Pengacara muda yang terbilang vokal mengkritisi kinerja penegak hukum, itu lalu membandingkan dengan 3 pejabat tersangka korupsi yang juga ditangani Kejari Siantar, namun tidak dilakukan penahanan. Apalagi korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
Berangkat dari situ lah, kata dia, dalam penerapannya, hukum memerlukan suatu kekuasaan untuk mendukungnya hukum tanpa kekuasaan takkan berjalan efektif tapi kekuasaan tanpa hukum adalah kesewenangan.
Lebih lanjut dikatakan, kalau seperti ini penerapan hukum yang terjadi di negeri ini, rakyat tidak percaya lagi dengan proses penegakan hukum karena kalau seperti ini terjadi terus menerus maka hukum telah diliberalkan, hukum sudah di interfensi dengan kapital.
Ia menambahkan, manfaat hukum dipertanyakan apakah penerapan hukum yg dilakukan aparat penegak hukum bermanfaat dalam masyarakat. Kalau seperti ini terus menerus terjadi, katanya maka hukum mengarah ke lembah hitam. (Sumber : Hetanews.com)