Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Taufik Hidayat terkait kasus penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan Pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI tahun anggaran 2018.
Mantan atlet bulutangkis nasional itu, akan dimintai keterangannya untuk tersangka Miftahul Ulum.
Selain Taufik, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap PNS Kemenpora Edward Taufan Panjaitan dan pegawai BUMD Tommy Suhartanto.
“Mereka akan diperiksa untuk tersangka MIU (Miftahul Ulum),” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (25/9/2019).
Dalam perkara ini, Taufik Hidayat pernah diperiksa KPK pada Kamis (1/8) lalu.
Saat itu, ia mengaku lebih banyak ditanya terkait tugas pokok dan fungsi jabatan Staf Khusus Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) oleh penyidik KPK.
Uang itu diberikan kepada asisten pribadi Menpora, Miftahul Ulum melalui Bendahara Pengeluaran Pembantu Kemenpora, Supriyono.
Selain terkait tupoksi dirinya sebagai Stafsus Menpora, legenda bulu tangkis Indonesia itu mengatakan juga ditanya soal tupoksi Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima).
Namun, Taufik mengaku tak ditanya penyidik KPK ihwal pembagian honor di sana.
Satlak Prima ini pernah disinggung dalam sidang kasus dana hibah Kemenpora di Pengadilan Tipikor Jakarta, 4 Juli 2019.
Saat itu Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana menyinggung soal permintaan uang Menpora Imam Nahrawi.
Mulyana mengaku mengingat momen di mana Imam meminta jatah mengenai Satlak Prima. Kejadian itu, terjadi di sebuah lapangan bulu tangkis.
Akhirnya, kata Mulyana, dirinya merealisasikan permintaan tersebut dengan uang sejumlah Rp 400 juta.
Sumber uang Rp400 juta itu diketahui ternyata berasal dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy yang sudah menjadi terpidana dalam kasus ini.
Supriyono dalam persidangan mengaku karena selaku bendahara, dia berinisiatif meminta uang kepada KONI dengan dalih pinjaman.
Terkait kasus ini, Imam Nahrawi diduga menerima suap dan gratifikasi sejumlah Rp26,5 miliar.
Penerimaan uang pertama terjadi di 2014-2018 saat Imam melalui asisten pribadinya diduga menerima Rp14,7 miliar.
Berikutnya, pada rentang waktu 2016-2018, Imam diduga meminta uang senilai Rp11,8 miliar.
sumber: CNNindonesia.com