BeritaTapanuli.com, Sibolga – Menyikapu isu yang disampaikan oleh Ketua DPRD Sibolga Syukri Penarik, menyangkut Walikota Sibolga, Syarfi Hutauruk, pada sidang Paripurna LKPj Sibolga Tahun 2019 beberapa waktu lalu, mendapat kritikan dari aktifis pemerhati pembangunan Kota Sibolga.
Parulian Sihotang, Ketua LSM Kupas Tumpas menilai dari pernyataannya tersebut, bahwa Ketua DPRD diduga tidak paham kode etik persidangan.
Ia berpendapat, pernyataan yang disampaikan didepan sejumlah Forkopimda tersebut hanya berupa isu menyangkut pribadi Walikota yang belum tahu kepastiannya.
Sehingga, Parulian menduga pernyataan tersebut disampaikan karena adanya sentimen terhadap Walikota dan juga beberapa Kader Partai NasDem yang namanya juga disebut-sebut dalam isu tersebut.
“Kami menyayangkan sikap dan tindakan oknum Ketua DPRD Sibolga yang masih muda dan enerjik itu. Yang seharusnya bisa menjadi contoh yang baik kepada generasi muda lainnya. Jika Ketua kurang memahami atau tidak paham tentang kode etik memimpin rapat paripurna, jangan malu bertanya dan belajar kepada orang yang sudah pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Sibolga sebelumnya, seperti saudara kita, Sahlul Umur Situmeang yang juga mantan ketua DPD Partai Golkar Sibolga dan Toni Agustinus Lumban Tobing yang juga mantan ketua DPC Partai Demokrat Sibolga” kata Parulian, Senin (8/6).
Dengan demikian, martabat lembaga DPRD Sibolga tetap baik di mata masyarakat.
“Sebab, apa yang dilakukan Ketua DPRD sama saja mempertontonkan kebodohan dan ketidakmampuan menguasai Tata Tertib (Tatib) DPRD,” Ucapnya.
Seperti yang tertulis dalam Tatib DPRD Sibolga Nomor 14/P/Tahun 2019, pasal 128 ayat 6 yang menyebut, setiap peserta rapat wajib menaati ketentuan yang berlaku selama mengikuti rapat.
Dimana, ketentuan yang dimaksud yakni menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan objek pembahasan dalam rapat paripurna tersebut.
“Menurut hemat kami, rapat paripurna tersebut untuk membahas LKPj Walikota Sibolga, bukan membeberkan atau membahas hutang piutang. Serta, tentang pesta anak Walikota dan sejumlah asset pribadinya,” tukas Parulian.
Masih lanjut Parulian, pada pasal 195 ayat 6 huruf b Tatib DPRD Sibolga disebutkan, membaca surat kabar atau bahan bacaan lainnya, kecuali hal yang dibaca berkaitan langsung dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam rapat.
“Sedangkan isu yang berbau fitnah itu, tidak ada hubungannya dengan agenda rapat paripurna DPRD Sibolga saat itu. Makanya, kita menduga kalau Ketua DPRD tidak memahami kode etik,” pungkasnya.
Sementara, pada Tatib tersebut juga mengatur tentang hubungan antara lembaga DPRD dengan Walikota Sibolga.
“Di pasal 197 ayat 1 huruf a disebutkan, memposisikan eksekutif sebagai mitra kerja. DPRD harus menghargai, menghormati dan membangun komunikasi yang baik dengan Walikota Sibolga selaku mitra kerja. Bukan malah sebaliknya, menyampaikan hal-hal yang tidak proporsional sesuai tugas pokok dan fungsinya sebagai DPRD,” kata Parulian yang menduga kalau Ketua DPRD Sibolga dalam sidang Paripurna LKPj tersebut tidak Profesional dalam menjalankan tugasnya.
Ditambahkannya, Ketua DPRD Sibolga Syukri Penarik perlu memperjelas terkait isu yang disampaikan apakah pernah dibahas sebelumnya didalam internal DPRD.
“Darimana sumber transkrip issu fitnah yang lengkap dengan inisial dan angka diperoleh. Siapa orang yang menyebarkan issu fitnah tersebut kepada pimpinan DPRD. Sehingga menjadi fokus dipidatokan dalam sidang Paripurna. Kemudian, apakah DPRD pernah mengundang Walikota Sibolga untuk dengar pendapat atau klarifikasi sebagai mitra sejajar tentang issu fitnah tersebut. Dan, apakah ada transkrip issu fitnah yang lengkap inisial dan angka rupiah dimuat dalam naskah skenario persidangan paripurna LKPJ Walikota 2019, sesuai putusan DPRD,” tegas Parulian meminta Ketua DPRD untuk memberikan penjelasan. (R)