BeritaTapanuli.com, Batangtoru – PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola Tambang Emas Martabe, kembali menunjukkan aksi pelestarian lingkungan di perairan Batangtoru.
Yaitu dengan memperluas
zona lubuk larangan ke Sungai Aek Ngadol dan Sungai Garoga di Desa Sumuran yang berada di
Kecamatan Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.
Pelestarian berupa dengan melepas puluhan ribu bibit ikan jurung
dan bibit ikan mas di hamparan sungai.
Senior Manager Community PT Agincourt Resources, Christine Pepah, mengatakan, kegiatan ini
merupakan salah satu upaya PTAR dalam melestarikan sumber daya perairan serta meningkatkan kualitas
ekosistem perairan dan lingkungannya, yang pada akhirnya akan bermanfaat secara ekonomi karena dapat
menambah pendapatan kas desa.
“Lubuk larangan menjaga kearifan lokal yang merupakan warisan budaya lokal serta mengandung nilai dan akar tradisi dalam mengelola dan mengembangkan konservasi perairan.” Ujarnya.
“Kami juga sangat mengapresiasi kepedulian masyarakat Desa Aek Ngadol Sitinjak dan Desa Sumuran yang sudah terlibat dalam pembentukan lubuk larangan ini. Harapan kami, masyarakat di desa lain dapat mencontoh desa-desa yang sudah menerapkan lubuk larangan,” kata Christine.
Lubuk larangan adalah zona tertentu di sungai yang diberi batasan atas kesepakatan masyarakat untuk tidak diganggu keberadaan atau habitat sungainya, dan tidak boleh mengambil ikan di zona itu dalam jangka waktu tertentu.
Di Sungai Aek Ngadol, tepatnya di Desa Aek Ngadol Sitinjak, sebanyak 7.000 bibit ikan jurung dan 1.600 bibit ikan mas dilepaskan. Ribuan bibit ikan itu dibiarkan berkembang di zona lubuk larangan sepanjang 6 kilometer.
Sementara, di Sungai Desa Sumuran yang merupakan bagian dari Sungai Garoga, PTAR dan masyarakat juga menaburkan 7.000 bibit ikan jurung dan 1.600 bibit ikan jurung di zona lubuk larangan sepanjang 2 kilometer.
“Lubuk larangan merupakan bentuk pelestarian lingkungan yang secara konsisten kami lakukan. Setelah
pembentukan lubuk larangan di dua desa ini, kami akan bergerak ke desa lain untuk membentuk lubuk larangan.” Tambahnya.
“Kami juga akan melakukan penyetokan ulang sebanyak 3.200 bibit ikan mas di lubuk larangan Desa Garoga yang dipanen pada Mei lalu,” jelas Christine.
Kepala Desa Aek Ngadol, Saoloan Sitompul, mengatakan pembentukan dan penutupan lubuk larangan disertai dengan pemberlakuan sanksi. Siapapun yang menangkap ikan di masa penutupan lubuk larangan akan didenda Rp 3 juta. Besaran sanksi ini juga diterapkan di Desa Sumuran.
“Panitia lubuk larangan dibantu masyarakat akan mengawasi lubuk larangan selama masa penutupan yang
bisa makan waktu 8 sampai 10 bulan. Masyarakat di sini menyadari lubuk larangan ini adalah lokasi bersama yang akan mendatangkan manfaat untuk desa ini,” kata Saoloan.
Demikian juga Kepala Desa Sumuran, Sarman, berharap nantinya saat lubuk larangan dibuka atau disebut juga panen
ikan, manfaat lubuk larangan dapat dirasakan masyarakat. Panitia lubuk larangan akan menjual tiket bagi
pemancing ikan yang berpartisipasi dalam pembukaan lubuk larangan.
Menurutnya, pihak desa dan panitia sudah membuat alokasi dana yang akan masuk dari pembukaan lubuk
larangan. Sebagian untuk santunan kepada anak yatim dan lansia serta keluarga tidak mampu, sebagian
lain untuk memperbaiki fasilitas umum desa.
“Hal penting lainnya adalah masyarakat ikut terlibat dalam melestarikan lingkungan di sungai dan sekitar sungai serta menghindari tindakan yang dapat mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Sungai yang lestari tentunya bermanfaat untuk masa depan anak cucu kita,” ujar Sarman.
Sebelum di Sungai Aek Ngadol dan Sungai Desa Sumuran, PTAR., mengembangkan lubuk larangan di
Sungai Garoga tepatnya di Desa Garoga dan Sungai Batu Horing. Pada Mei 2023, lubuk larangan Desa Garoga berhasil dibuka untuk panen bersama dengan masyarakat.
Terlihat dari antusiasme masyarakat
yang besar, panen diadakan dua kali. Panen lubuk larangan saat itu menghasilkan pendapatan sekitar Rp 40
juta yang digunakan untuk kebutuhan desa. (R)