BeritaTapanuli.com, Sibolga – Ternyata, public hearing atau dengar pendapat publik yang digagas DPRD Sibolga, Senin (20/4/2020), berbuntut panjang. Wali Kota Syarfi Hutauruk mengeluarkan pernyataan di situs resmi Pemko Sibolga dan sejumlah media online. Ia melontarkan pengakuan mengejutkan bahwa dirinya tidak diundang hadir dalam acara yang digelar di gedung DPRD Sibolga tersebut.
“Demi Allah, saya atas nama Wali Kota Sibolga dan juga atas nama Ketua Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19, tidak pernah diundang dalam public hearing itu. Makanya saya tidak datang. Yah, semuanya karena saya tidak diundang,” tegas Syarfi Hutauruk seperti dikutip dari sibolgakota.go.id, Rabu (22/4/2020).
Menanggapi itu, Wakil Ketua DPRD Sibolga, Jamil Zeb Tumori, akhirnya membuat surat terbuka yang ditujukan kepada Wali Kota Sibolga yang juga sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Sibolga.
Berikut surat terbuka Waket DPRD Sibolga, Jamil Zeb Tumori yang kutipannya diterima medanbisnisdaily.com, Rabu (22/4/2020).
Kepada Saudara Wali Kota Sibolga yang juga sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Sibolga.
Menanggapi statemen saudara yang dirilis di beberapa media online, di mana saudara mengatakan tidak diundang dalam RDP di gedung DPRD Sibolga hari Senin tgl 20 April 2020.
Tentu saja statemen saudara itu telah menimbulkan tanda tanya besar di tengah-tengah masyarakat kota Sibolga, sekaligus menantang DPRD Sibolga untuk membuktikan bahwa Saudara memang telah diundang untuk acara RDP itu.
Okelah kalau sebagai Wali Kota Sibolga, saudara mengatakan tidak diundang, bagaimana dengan kapasitas Saudara sebagai ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Kota Sibolga?,
Sesuai dengan Surat Edaran Mendagri No. 440/2622/SJ tanggal 29 Maret 2020, Mendagri telah menugaskan pemimpin di daerah, Gubernur/Bupati/Wali Kota menjadi ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di daerahnya masing-masing.
Tugasnya adalah menjamin sumber penghasilan warga di kalangan akar rumput dengan memberikan subsidi. Dan dalam hal pembatasan sosial yang menyebabkan dampak bagi kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah, maka daerah dapat memberikan bansos (JPS).
Di samping itu, gugus tugas juga harus memastikan berjalannya protokol pembatasan sosial dan karantina mandiri di masyarakat. Selain itu, di SE Mendagri ini, memerintahkan Pemda dan gugus tugas memastikan protokol social distancing dan self guarantine itu tidak menimbulkan dampak matinya sumber pendapatan masyarakat.
Dan yang tak kalah pentingnya, memastikan kesiapan sumber daya dan fasilitas kesehatan di wilayah masing-masing untuk menampung dan melayani masyarakat.
Begitu besar peran dan tanggung jawab saudara dalam penanganan pendemi COVID-19 ini, apakah karena ketidakmampuan Saudara melaksanakan tugas-tugas itu lalu saudara mencari-cari alasan?
Untuk Saudara ketahui bahwa DPRD dan masyarakat hanya ingin mengetahui sejauh mana program Pemkot Sibolga dan program gugus tugas dalam menangani pendemi COVID-19, hanya itu yang dibutuhkan dari Saudara, tapi Saudara telah mengecewakan masyarakat Kota Sibolga.
Jika anda tidak mampu untuk berdiskusi, lalu menugaskan staf saudara untuk menghadiri undangan RDP, jangan pula Saudara jadikan DPRD sebagai kambing hitam. Akui saja kepada masyarakat bahwa Saudara sudah timbul kejenuhan dan tidak bersemangat lagi untuk bekerja di akhir jabatan dan maaf sudah meninggalkan rekan-rekan yang pernah berjuang, selesai masalah.
Sementara itu, Wali Kota Sibolga, Syarfi Hutauruk dalam pernyataannya pada situs resmi Pemkot Sibolga menyatakan bahwa DPRD hanya mengundang Sekretaris Daerah (Sekda), beserta beberapa kepala dinas (Kadis) terkait.
“Saya malah yang memerintahkan langsung Sekda untuk menghadiri undangan tersebut. Namun ternyata waktu bersamaan Sekjen Kementerian Dalam Negeri, Sekjen Kementerian Keuangan, dan Dirjen Keuangan Daerah, meminta seluruh Sekda se-Indonesia mengikuti video conference untuk membedah APBD dan pengurangan APBD 50% untuk penanganan Covid-19 dan penanganan kebutuhan sosial,” ujar Syarfi.
Kata Syarfi, jangan terkesan seperti menjebak dengan tiba-tiba peserta rapat meluas, dan materi rapat jadi melebar kemana-mana tidak beraturan. Isi materi terjaga dengan baik, juga tidak mengarah kepada provokasi dan menghakimi orang lain.
“Tidak layak dalam rapat di lembaga terhormat, orang seenaknya ngomong tanpa dipikirkan lebih dahulu dampaknya kepada masyarakat. Karena lembaga DPRD itu bukan warung kopi,” tegasnya. (Sumber : Medanbisnisdaily.com)