BeritaTapanuli.com -Tahukah anda peribahasa “Penyesalan selalu datang terlambat”.
Kiasan ini sedang dialami oleh salah seorang transgender yang menyesali keputusannya.
Dikutip dari wolipop.detik.com, awalnya seorang wanita memutuskan mengubah kelaminnya menjadi pria lalu kembali menjadi wanita.
Keputusan tersebut, ia kisahkan setelah ia menyesal dan tidak menemukan harapan kebahagiaannya.
Ia adalah Sinead, Lahir di Glasgow, Inggris, 31 tahun lalu. Putri kedua pasangan Andrew, seorang pekerja tambang, dan Brenda yang berprofesi sebagai personal trainer.
Namun, suatu saat ia terlibat pertengkaran hebat dengan orang tuanya, dan ia memutuskan meninggalkan rumah serta kakaknya.
Tak hanya itu, ditengah ketidak pastian nya, ia pun mendapat pelecehan seksual dari laki laki pada umur 17 tahun.
Rasa hampa pun terus menghampirinya. Tumbuh sebagai remaja yang kehilangan arah tanpa sosok kakak untuk membimbing lagi.
Dalam kesendirian itu, Sinead harus bergumul dengan perubahan fisik. Payudara yang membesar justru membuatnya ketakutan.
Hingga kondisi tersebut makin diperparah menjadi trauma akibat pelecehan seksual yang pernah dialaminya.
Seorang pria dari tempatnya bekerja part-time mencoba mencium dan meraba area intim Sinead. Namun, ia tak berani melaporkan kejadian tersebut kepada orang terdekat.
Kehidupan Sinead memasuki tahap baru saat perempuan yang bercita-cita menjadi kintakawan atau ahli pengarsipan, masuk kuliah di Glasgow University.
Kala itu, Sinead yang mengambil jurusan sejarah dan arkeologi sudah berusia 19 tahun.
Di kampus, banyak lelaki yang tertarik padanya. Namun, Sinead memilih untuk menghindar karena ketertarikan mereka malah membuat dia semakin jijik dengan diri sendiri.
“Aku mengutuki diriku sendiri dan berandai-andai terlahir sebagai laki-laki agar perasaan ini hilang,” ujarnya. Atas segala kejadian yang dialaminya, Sinead lalu melabeli dirinya sebagai seorang lesbian dan mencoba menjalin hubungan dengan perempuan.
Saat hubungan dengan keluarga membaik, Sinead akhirnya menyerah kepada keluarga. Andrea menerima pilihan hidup adiknya untuk berpacaran dengan sesama jenis.
Hanya saja, pengakuan Sinead sebagai korban pelecehan tak mendapat simpati dari sang kakak.
“Aku dulu berpikir itu hanyalah perilaku seksis yang semua wanita perlu belajar untuk memakluminya. Aku menyuruhnya untuk melupakan kejadian tersebut dan move on. Bodohnya aku. Seharusnya aku lebih serius merespons hal tersebut dan mungkin menyarankan dia ikut konseling,” sesal Andrea.
Merasa terabaikan, Sinead lalu mencari pelarian dengan mengubah jati dirinya. Dari internet, ia mendapat informasi bahwa memungkinkan untuk mengganti kelamin.
Pada awal 2015, ia menjalani operasi perubahan kelamin di Sandyford, sebuah klinik khusus pergantian gender di Glasgow. Keinginannya terwujud setelah masuk daftar tunggu selama 12 bulan.
Menurutnya, pihak klinik tak mengobservasi lebih dalam soal keputusannya mengganti kelamin. Sinead juga mengaku, tak ada pengecekan kesehatan mental untuk mendiagnosis dirinya mengalami disforia gender atau tidak.
“Aku hanya diyakinkan bahwa seluruh masalah hidupku akan hilang setelah menjadi pria. Selama menunggu, hidupku semakin terpuruk dan sempat berpikiran untuk bunuh diri. Aku jadi pemabuk berat dan sangat membenci keluargaku,” ungkap Andrea.
Apa yang dijanjikan ternyata di luar harapan. Kepribadian Sinead berubah 180 derajat setelah melalui terapi hormon testosteron. Sinead yang dulu periang kini lebih mudah emosian dan agresif. “Adik kecilku dilenyapkan,” kata Andrea.
Bukanya lega, Sinead yang sempat mengganti nama menjadi Sean merasa beban mental kian bertambah akibat perubahan tersebut. “Setelah melalui masa transisi, aku masih membenci diriku,” aku Sinead.
Kondisi tersebut memicu depresi dan studinya ikut terpengaruh. Ia berhenti kuliah hanya dua bulan sebelum ujian kelulusan. Harapan untuk bangkit didapatnya saat menemukan kelompok wanita yang senasib dengannya.
Sinead akhirnya memberanikan diri untuk mengambil keputusan besar: kembali ke kodratnya sebagai wanita. Sejak 2019, ia menghentikan terapi hormonnya.
Masa transisi kembali dilewatinya, tapi kali ini terasa mudah bagi Sinead karena dukungan dari orang-orang terdekatnya. Salah satunya dari sang kekasih. Pria 28 tahun tersebut menerima Sinead apa adanya meski payudara dan rahimnya sudah diangkat.
Tanpa menyudutkan kaum transgender, ia berharap kisah hidupnya dapat menginspirasi para wanita sepertinya untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan untuk mengubah gender.
“Aku tahu ada banyak wanita sepertiku, tak bisa bersuara karena terintimidasi. Suara kami perlu didengar jika kita mau melindungi anak-anak dan wanita yang rentan dari prosedur yang tidak diperlukan,” katanya.
Ia juga mendesak pemerintah Inggris untuk mengevaluasi klinik-klinik perubahan gender agar tidak sembarang menjalankan prosedur tanpa pemeriksaan pasien lebih lanjut.
Artikel ini dikutip hanya sebagai inspirasi, saat engkau terjatuh jangan pernah meninggalkan keluarga, sahabat. Hingga hal diluar dugaan tidak menambah beban mu, dalam kondisi emosi tidak stabil akan menghasilkan keputusan keputusan yang kurang baik. (*)