Belajar dari Tikus untuk Mengobati Depresi Manusia

  • Whatsapp

München,Jerman – Peneliti menemukan cara baru untuk mengobati depresi pada manusia. Mereka mengamati perilaku tikus dan mengungkapkan macam-macam kepribadian tikus, yang berguna untuk terapi psikiatri secara personal. Bagaimana caranya?

Tim peneliti neurobiologi yang dipimpin Alon Chen, dalam eksperimennya mengamati tikus yang ditempatkan berkelompok dan dibiarkan berkeliaran dengan bebas.

Setelah mengamati interaksi tikus selama beberapa hari, para ilmuwan dapat mengidentifikasi hingga 60 perilaku berbeda. Misalnya keinginan tikus untuk mendekati kawannya, mengejar atau melarikan diri, berbagi makanan, menjelajahi sekitar dan bersembunyi.

Setiap tikus kemudian diberi penilaian berbeda berdasarkan perilakunya. Peneliti menggunakan bantuan program komputer khusus, yang dapat mengekstraksi sifat-sifat hewan pengerat itu. Dari data yang mereka peroleh selama pengamatan, tim akhirnya dapat menentukan skala kepribadian hewan.

Mirip Skala Kepribadian Manusia

Penilaian skala kepribadian ini, mirip dengan yang dilakukan terhadap manusia. Disebut sebagai “lima besar” model kepribadian, termasuk sifat ekstroversi yakni tipe kepribadian yang lebih condong ke arah luar dirinya, penyesuaian, kesadaran, neurotisisme dan terbuka untuk pengalaman baru.

Penilaian skala kepribadian, yang dikenal sebagai “lima besar” model kepribadian.

Sebagai tambahan informasi, esktroversi adalah sifat yang berhubungan dengan keinginan untuk banyak berbicara, bersosialisasi dan ekspresi emosional yang tinggi; suka dengan altruisme atau perhatian terhadap orang lain; terbuka terhadap imajinasi yang luas; dorongan untuk melakukan sesuatu tanpa pertimbangan; hingga emosi yang lebih dinamis.

Para peneliti mendefinisikan “kepribadian” sebagai karakteristik individu yang cukup stabil, dan terus bertahan seumur hidup. Untuk membuktikan bahwa perilaku tikus yang diamati benar-benar dapat dianggap sebagai ciri-ciri kepribadian, para ilmuwan kemudian menempatkan tikus dalam situasi penuh tekanan (stres). Meskipun perilaku tikus berubah, karakteristik kepribadian mereka tetap sama. Kesimpulannya bahwa setiap tikus memiliki kepribadian yang unik.

Para peneliti, yang berasal dari Weizman Institute of Science di Rehovot, Israel dan Max Planck Institute of Psychiatry di München, Jerman, menerbitkan hasil penelitian mereka pada 4 November 2019, di jurnal Nature Neuroscience

Gen Penentu Kepribadian

Tim juga meneliti hubungan antara genetika dan perilaku, yang telah lama menjadi pertanyaan dalam sains.

Baca juga  Ribuan Masyarakat Hadiri Penutupan Turnamen Bola Voli Bupati Cup Tahun 2020

Pembahasan korelasi ‘genetika dan perilaku’ bukanlah hal baru, karena hampir dipastikan bahwa gen memengaruhi perkembangan kepribadian manusia. Faktor lingkungan tempat mereka hidup juga menentukan karakteristik individu tersebut.

Penelitian ini menunjukkan bahwa tikus yang telah hidup selama beberapa generasi di laboratorium, ternyata masih memiliki sifat, kepribadian dan perilaku yang sama seperti yang diwarisi leluhur mereka, yang terbiasa hidup bebas di alam liar selama jutaan tahun.

Penelitian yang berguna untuk manusia

Salah seorang peneliti utama, Dr. Oren Forkosh menekankan, dengan memahami bagaimana anak-anak mewarisi aspek-aspek tertentu dari kepribadian mereka, dapat membuka visi baru cara mendiagnosa dan menentukan pengobatan penyakit mental dengan lebih baik.

Jika faktor gen ini memicu perilaku patologis, meneliti bagaimana gen membentuk kepribadian, dapat membantu perkembangan terapi psikoterapi yang lebih individual. Terapi secara individual, juga termasuk pemberian resep obat yang lebih spesifik dan efektif untuk mengobati penyakit depresi.

Memahami bagaimana manusia mewarisi sifat-sifat kepribadian, yang dapat berguna untuk terapi pengobatan penyakit depresi.

Obat yang dirancang individual, bisa difokuskan untuk mengidentifikasi beberapa karakteristik bawaan manusia, seperti sifat terbuka dan neurotisisme, yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam pengobatan spesifik.

Dengan mengidentifikasi kaitan antara kepribadian, gen dan obat-obatan, diharapkan bisa membantu menemukan kecocokan antara pasien yang menderita penyakit mental dan terapi yang efektif.

Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang paling banyak diidap manusia. Sekitar 300 juta orang menderita depresi di seluruh dunia. Inilah target utama penelitian pengobatan yang lebih personal.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, depresi berat yang dapat menyebabkan seseorang bunuh diri, merupakan salah satu dari tiga penyebab utama kematian pada perempuan dan laki-laki, dalam rentang usia 15-44 tahun.

Merasa Kuat

Membersihkan rumah membuat orang merasa kuat, dan mampu mengontrol situasi. Membenahi rumah ternyata mendorong rasa percaya diri, jika sedang menghadapi kesulitan hidup.

Akhirnya bersih-bersih bukan jadi pekerjaan membosankan, melainkan membantu orang untuk merasa tenang.

Mencegah frustasi

Sudah pernah frustasi karena mencari sebuah benda di ruangan yang penuh? Lebih baik jika semua dalam kondisi rapi.

Baca juga  Hampir Diperkosa, Kisah Duo Semangka, Sebelum Terkenal

Tidak ada salahnya memiliki strategi membenahi rumah dengan urutan langkah tertentu. Misalnya: pertama membereskan meja, kedua lemari, dan seterusnya. Kita akan merasakan keberhasilan, karena bisa menyelesaikan setiap langkah satu per satu.

Bentuk aktivitas fisik

Sudah diketahui sejak lama, aktivitas fisik bisa mendorong kesehatan mental. Sebagian orang mengira itu harus berupa olah raga.

Tapi sebenarnya bersih-bersih rumah juga bisa jadi alternatifnya. Memang tidak semua pekerjaan membersihkan punya efek itu. Yang jelas gerakan tubuh harus banyak, misalnya menyapu atau mengepel lantai.

Bisa jadi ritual yang menolong

Untuk sebagian orang, membersihkan bisa menolong karena menjadi ritual yang membuat mereka lupa stres yang dihadapi sepanjang hari.

Setelah bekerja mereka bisa memfokuskan diri pada aktivitas yang mereka kenal dengan baik. Membersihkan lantai atau menyetrika bisa jadi sejenis meditasi.

Memberikan hadiah bagi diri sendiri

Setelah “bekerja” membersihkan rumah, orang bisa memberikan hadiah bagi diri sendiri. Misalnya menonton film yang disenangi, tanpa merasa bersalah karena membuang waktu.

Di samping itu, tempat tinggal yang rapih juga bisa jadi tempat beristirahat yang baik.

Menyumbang barang berbuah rasa senang

Jika orang membenahi rumah secara teratur orang kerap menemukan benda-benda yang tidak dipakai lagi.

Jika benda-benda tersebut bisa dijual dan hasilnya didonasikan, orang akan mendapat perasaan senang, yang akhirnya mendorong kesehatan mental.

Kalau obsesif malah menambah stres

Jangan “kelewatan”, misalnya membersihkan rumah dua kali sehari, atau merasa geram jika melihat sedikit bercak di atas kompor.

Itu malah menambah stres. Membenahi rumah sekali atau dua kali seminggu sudah cukup. Yang jelas harus diingat, apa keuntungan bersih-bersih sehingga melakukannya tidak terasa berat.

Cara mudah lain untuk atasi stres

Sudah terbukti merajut adalah salah satu cara mengatasi stres, walaupun bagi banyak orang, ini dianggap kerajinan tangan yang dilakukan nenek-nenek. Selain merajut, mewarnai buku bermotif dengan berbagai warna juga sudah terbukti mengurangi stres.

Hanya perlu 10 menit perhari, itu sudah jadi langkah efektif dalam memerangi depresi dan rasa takut.

Sumber: dw.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan