BeritaTapanuli.com, Sibolga – Puluhan calon penumpang tujuan ke Pulau Nias terlantar di Terminal Penumpang Pelabuhan Sibolga, dikarenakan surat keterangan hasil rapid test yang mereka miliki dinyatakan tidak sah oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).
Peristiwanya terjadi pada hari Jum’at (26/6/2020) malam, saat tim Gugus Tugas melakukan check point (pemeriksaan) kesehatan dan dokument orang, sebagai syarat untuk diizinkan menaiki kapal.
Dari pemeriksaan, petugas KKP menolak keabsahan puluhan surat keterangan hasil rapid test.
Akibat keputusan tersebut, banyak calon penumpang merasa dirugikan dan memperdebatkannya kepada petugas.
Salah seorang penumpang bernama Gaho, sebagaimana dilansir dari RRI mengatakan, ia kecewa karena terpaksa harus bermalam di Kota Sibolga dengan bekal uang pas-pasan.
Sementara, ia bersama dua belas anggota kelurganya harus segara berangkat ke Pulau Nias, untuk keperluan melayat ibunya yang meninggal dunia.
Padahal Gaho mengaku telah mengeluarkan banyak biaya guna pengurusan surat ketarangan, yang diperolehnya dari RSUD Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).
Dikarenakan saat akan mengurus surat keterangan rapid test, pihak rumah sakit menarif Rp.250.000 per orangnya kepada mereka.
“Saya bayar 250 ribu dari Rumah Sakit Pandan. Ini tidak tahu mau nginap dimana, soalnya taulah pekerjaan buruh kasar ini,” ucap Gaho, di Terminal Penumpang Pelindo I Cabang Sibolga.
Keluhan serupa juga diungkapkan penumpang lainnya bernama Selitoto. Hanya saja, ia mendapatkan surat keterangan hasil rapid test dari tempat yang berbeda.
“Ada sebahagian dari Rumah Sakit Pandan, sebahagian ada dari Knik Yakin Sehat,” sebutnya.
Ditemui di lokasi sama, Koordinator KKP Sibolga, Edison Gultom menjelaskan alasan penolakan itu dikarenakan tim verifikasi tidak menemukan adanya nomor surat pada surat keterangan, yang dikeluarkan oleh dokter rumah sakit atau puskesmas.
“Tidak ada nomor surat rapid test nya, harusnya surat itu ada nomor dari laboratorium,” terang Edison singkat.
Keterangan lain, Kapolsek Sibolga Sambas, Iptu Royamber Panjaitan mengaku telah mengonfirmasi dokter pemilik nama serta tandatangan yang tertera pada surat keterangan tersebut.
“Saya sudah telepon dokter yang tertera di situ, dia tak tahu mengenai surat itu, diapun sebenarnya menjadi korban,” ungkap Roy.
Terkait persoalan itu, kata Roy, diperlukan langkah penyidikan guna mengetahui kebenaran bila ada unsur kesengajaan seseorang melakukan pemalsuan dokument.
“Kalau kita mau tahu lebih banyak, kita kan harus melakukan rangkaian penyidikan. Kalau ngomong aja tidak berdasarkan bukti, larilah ke hoax jadinya,” katanya. (R)