BeritaTapanuli.com | Di era millenial, kedekatan anak dengan gawai internet sudah bagaikan aktifitas sehari-hari.
Gadget, barang tentu menjadi kebutuhan baik berkomunikasi, belajar, dan memenuhi belanja sehari hari.
Namun, efek negatif atas konten dalam zaman millenial tentu sangat besar. Tinggal bagaimana kita mengantisipasi hal tersebut.
Marisya dari Forum Anak Kabupaten Kotawaringin Barat. Dalam kegiatan Pelatihan Pembentukan Desa Bebas Pornografi Anak yang diselenggarakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) di Kab. Kotawaringin Barat, sejak Rabu (07/8).
“Sekarang sudah zaman millenial, rata-rata pegangan kami sehari-hari itu gadget. Kami tidak lepas dari gadget, mulai dari untuk berkomunikasi, belajar, dan mencari tutorial juga. Bahkan televisi, radio sudah jarang digunakan,” ujarnya.
Marisya baru menyadari jika anak-anak di daerahnya ternyata telah terpapar pornografi.
“Setelah mengikuti pelatihan ini, saya mendapat pemahaman dan jadi tahu kalau pornografi tidak hanya gambar dan tindakan yang mengarah ke seksual, namun cakupannya sangat luas. Jadi menurut saya, anak-anak yang ada di Kotawaringin Barat telah atau pernah terpapar pornografi,” ungkap Marisa.
Marisa juga menambahkan, kesimpulan tersebut didasarkan pada pengalamannya pribadi maupun teman-temannya dalam menggunakan internet. Misalnya saat mereka mengakses internet untuk belajar.
“Di Internet suka tiba-tiba ada konten atau iklan bermuatan pornografi. Apalagi kalau di youtube itu ada durasi waktunya, jadi kita nggak bisa skip. Otomatis, kita melihat. Itu waktunya terkadang nggak sebentar, dan walapun cuma beberapa menit tetap saja anak yang melihat sudah terpapar pornografi,” jelas Marisa.
Plt. Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kemen PPPA, Sumbono menerangkan sebagai sebuah teknologi, internet dan gawai memiliki nilai kebermanfaatan. Namun di sisi lain, juga memiliki dampak buruk bagi anak apabila tidak dibatasi.
“Internet yang diakses anak juga merupakan ruang bagi predator anak. Kurangnya pengetahuan anak tentang dampak pornografi, bisa menjadikan mereka sebagai korban baik objek maupun subjek pornografi. Untuk itu setiap orang tua bertanggung jawab melindungi anak dengan mendampingi atau mengawasi aktifitas anak dengan gawai,” tambah Sumbono.
Koordinator ECPAT Indonesia, Ahmad Sofyan pun membenarkan jika pornografi merupakan ancaman serius bagi anak. “International Police atau interpol bahkan memasukkan pornografi anak sebagai salah satu dari 7 kategori kejahatan serius di dunia. Oleh karena itu, Kemen PPPA bersama ECPAT Indonesia memberi pemahaman dan mendorong upaya perlindungan anak dari bahaya pornografi,” ujar Sofyan, yang juga menjadi pembicara dalam pelatihan pembentukan desa bebas pornografi anak di Kab. Kotawaringin Barat.
Desa/Kelurahan Bebas pornografi adalah strategi dari upaya perlindungan anak dari bahaya pornografi sejak level pemerintahan terendah yaitu desa/kelurahan.
Pelatihan Pembentukan Desa Bebas Pornografi Anak di Kab. Kotawaringin Barat melibatkan 2 Desa, yakni Desa Pasir Panjang dan Desa Pangkalan Satu dengan melibatkan kepala desa dan jajarannya, serta tokoh masyarakat dan tokoh agama desa masing-masing. Rencananya, desa tersebut akan dicanangkan sebagai desa bebas pornografi anak oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta. (Red)